اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ
مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ilmu pengetauan zhahir mengenai benda-benda yang nyata dibagi pada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagi lagi di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan mereka.
Kesemua bagian di atas, di bagi lagi dalam empat bahagian.
Pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kuwajiban dan larangan yang berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini
Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud serta tujuan peraturan-peraturan tersebut. Bagian ini dinamakan bidang kerohanian iaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata.
Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan.
Keempat mengenai hakikat inti dari hakikat, yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda,
“Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu”.
Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dijelaskan sebagai ulasan terhadap Quran, adalah keterangan dan perincian bagi kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, istiqomah dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan begini ini, tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana kedamaian menyatu dengan bagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”, pengakuan terakhir keesaan
.
هُوَ الَّذى أَنزَلَ عَلَيكَ الكِتٰبَ مِنهُ ءايٰتٌ مُحكَمٰتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتٰبِ وَأُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذينَ فى قُلوبِهِم زَيغٌ فَيَتَّبِعونَ ما تَشٰبَهَ مِنهُ ابتِغاءَ الفِتنَةِ وَابتِغاءَ تَأويلِهِ ۗ وَما يَعلَمُ تَأويلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرّٰسِخونَ فِى العِلمِ يَقولونَ ءامَنّا بِهِ كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٧﴾
هُوَ الَّذى أَنزَلَ عَلَيكَ الكِتٰبَ مِنهُ ءايٰتٌ مُحكَمٰتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتٰبِ وَأُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذينَ فى قُلوبِهِم زَيغٌ فَيَتَّبِعونَ ما تَشٰبَهَ مِنهُ ابتِغاءَ الفِتنَةِ وَابتِغاءَ تَأويلِهِ ۗ وَما يَعلَمُ تَأويلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرّٰسِخونَ فِى العِلمِ يَقولونَ ءامَنّا بِهِ كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٧﴾
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ""Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami."" Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Surah Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang berujung pada kenyataan. Pada peringkat kerohanian, ego yang khianat itu mendorong seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ia adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat, ego mendorong seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai sekutu Allah swt. Allah berfirman:
أَرَءَيتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوىٰهُ أَفَأَنتَ تَكونُ عَلَيهِ وَكيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Surah Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w di hadapan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
قالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغوِيَنَّهُم أَجمَعينَ ﴿٨٢﴾ إِلّا عِبادَكَ مِنهُمُ المُخلَصينَ ﴿٨٣
"Iblis menjawab: ""Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya," kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (Surah Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni. Karena sifat-sifat keduniaan tidak bisa mempengaruhinya, sehingga hakikat terlihat tampak dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah yang tanpa perantara akan mengajarinya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Nabi Khidhir. Kemudian dengan kesadaran dan keyakinan yang diperolehnya, akan sampai pada peringkat makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya sesuai yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia bisa berbicara dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhir, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini:
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذينَ أَنعَمَ اللَّهُ عَلَيهِم مِنَ النَّبِيّۦنَ وَالصِّدّيقينَ وَالشُّهَداءِ وَالصّٰلِحينَ ۚ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفيقًا ﴿٦٩﴾
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah Nisaa’ ,ayat 69).
Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif, walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak sampai pada bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak melanjutkan untuk masuk kepada suasana kesucian yang mulia, yaitu penyatuan dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu pada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian bersama dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.
Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian itu, akan terhalang dari karunia Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke depan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kebersamaan dengan Pencipta. Mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan karunia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata,
“Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sepadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan waktu dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu pasti menyadari bahwa bayi yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang benar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui menyadari tentang keesaan, tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang terbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah.
Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melewati padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada seseorang yang bisa bercerita mengenainya, tiada yang boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan, mereka tidak ada sesuatu lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!
Nabi s.a.w bersabda,
“Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”.
Kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua titik air.
إِنّا خَلَقنَا الإِنسٰنَ مِن نُطفَةٍ أَمشاجٍ نَبتَليهِ فَجَعَلنٰهُ سَميعًا بَصيرًا
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Surah Insaan, ayat 2).
Apabila sudah terbuka dalam nyata, maka ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang berat dan masuk ke dalam laut penciptaan dan menenggelamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Semua alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Apabila semua ini difahami, maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, akan memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
Sabtu,
18 Juni 2011 Sufismenews.blogspot.com